Kematian cinta
sejati adalah awal keabadiannya
www.diansastro.20m.com
Cinta menulis surat ghaibnya untuk
ku dan ia menulis syair-syair indah, gambaran mata hatinya:
"Saat cinta berkunjung ,aku
tak tahu harus berbuat apa....
Dialah si-Jiwa misterius , yang
terus menghantui dan selalu bernyanyi bagi jiwa sepiku...
Ia setia melantunkan senandung
surgawi didepan pintu jiwaku....walau dia tahu pintu itu takkan
kubuka untuknya...dengan ketulusan hati....ia membacakan syair
cantiknya sebelum ku tertidur...
'Wahai Mahadewaku...syair-syair
cinta telah pergi dan berlalu dari jendela kamarku. Tapi aku masih
tak tahu apa sesungguhnya cinta itu.'
"Ketika kau datang membawakan
sekuntum bunga, aku kira itulah cinta. Ternyata salah. Aku rasa kau
hanya bermaksud menitipkan sekuntum mawar yang terjatuh dari sepeda
seorang penjual bunga yang lewat didepanmu.'
'Dari kebingunganku itu....aku
ingin engkau percaya-bahwa dirimu tetap tinggal dihatiku...aku tak
dapat begitu saja memusnahkan kau dari jiwaku...kau telah menggengam
hatiku, dan engkau telah menenggelamkan perasaanku dilautan yang tak
bertepi dan tak berbatas...'
Duhai Mahadewaku....dirimu selalu
kukenang .... wujudmu tetaplah abadi.....walau engkau tahu hati ini
telah tertambat dengan hati yang lain.....kuharap engkau
takkan pernah kecewa, maka maafkanlah aku dan selamilah nestapa
cintaku, dapatkah kau rasakan perasaan seorang gadis yang
terperangkap dari seorang lelaki yang mengasihi dan lelaki
lain yang mencintainya?! ......'
"Duhai
pelangi....kadang-kadang aku mengharap jendela kamar ini ditebali
dan diselubungi debu pekat agar cahaya mataku tak terlihat
orang-orang yang melintas didepannya....Aku tak ingin menciptakan
luka pada setiap jiwa-yang ingin sekedar mampir menghampiri
jendela itu, seraya mengulurkan sesuatu yang membesarkan
hatiku, tanpa tersadar aku telah memulai menghiasi matahatinya
dengan kekecewaan....dengan lirih dan suara yang bergetar kuharap
semilir angin akan mengabarkan semua rahasia hatiku
padamu....."
Dari kastil yang berselimutkan
kegelapan...terlihat sesosok penyair muda sedang meratap dari
sebuah dinding megah yang dipenuhi puisi -perlahan dinding-dinding
megah itu terbakar dalam kobaran bara api asmara...dia
merentangkan tangannya , dan berteriak sekeras-kerasnya dari setiap
ruh kelam yang mengelilinginya , tubuhnya terjatuh lunglai diatas
abu kertas kehampaannya, dibiarkan olehnya sukma agung
melayang-layang mencari separuh jiwanya yang hilang......
Dengan jemari gemetar dan lemah,
sang penyair meraih pena lalu ia membalas surat itu....
"Duhai
Mahadewiku...dikeramangan ini...bersama ribuan lilin jiwaku terbakar
perih.....aku sangat kesepian.....berabad-abad aku hidup diatas atap
kastil ini, tanpa sebuah pemahaman- melakukan apa atau
menunggu siapa.....kini racun itu telah mengalir dan menyebar dalam
darahku, aku merasakan lumpuh yang sebenarnya lumpuh....tubuhku
terkapar diatas abu pembaringanku sendiri....aku tak dapat meggapai
kembali bayngan ganjil serta inspirasiku itu, dan kini mataku
menjadi buta, aku tak dapat membaca lagi , serta menggenggam
lembaran puisi yang pernah tercipta itu...'
"Kini semuanya sedang
terbakar, bunga-bunga api telah memandikan tubuhku yang
tergolek lemah diatasnya....dari kobaran api dan kepungan asap
yang membalut ragaku, aku tetap mencoba menulis kata-kata terakhir
untukmu, kutoreh dan kutulis diatas kulit ariku yang melepuh dan
terbakar '.....
"Seandainya kabut
hitam telah menutup matamu sehingga dirimu tak mengetahui diriku
yang sedang meregang nyawa diruang kehampaanku ini, setidaknya
langit telah mendengar serta mengukir kisah sedihku ini , dan
telah kutitipkan senyum serta kerlip terakhir untukmu pada
bulan dan bintang.... Secepat mungkin kutuangkan segala ,
sebelum aku binasa dan runtuh bersama mahkota duriku ini dan
kuyakin senandung malam akan mengabarkan semuanya kepadamu....kisah
seorang pujangga pencari cinta sejati...dari jemariku yang terbakar
dan luka yang tersayat -kukembali menulis rintihan suara
hati...."
" Duhai kekasih
hati , ..."
"Aku mendamba
kala kelopak mataku terbuka kuingin kau disana , duduk
disampingku seraya membawakan senyum dan setangkup rindu...."
" Hanya untukmu
seorang , seluruh kerinduanku , mimpi-mimpiku , tangis -
tawaku, syair -syair dan doaku - kubingkai dalam lautan bahtera
jiwa...karena engkaulah lautan tempat segala bahtera keinginan
bermuara.
Kini hatiku telah
binasa , luluh lantak bersama istana kebesaranku...."
" Dari
puing-puing kehancuranku aku menceritakan padamu , dikala ku
mencintaimu dengan sepenuh hati, hatiku telah menciptakan kedalaman
samudera yang nyaris sama dengan kedalaman jiwa."
Engkaulah inspirasi
bagi seekor merpati untuk berani melintasi awan putih guna menjemput
kekasih impian.
Apakah cintamu masih
bersemayam dalam sanubariku ?!....atau rasa sakit itu semakin lama
semakin mengaburkan rasa cintaku darimu?!".....
Tidak !...Aku
tetap mencintai dan setia menunggumu hingga ajal
menjemputku!....
Aku tetap menyakini
sesuatu yang hidup didalam raga ini adalah cinta sejati.
Engkaulah yang
menghadirkan cinta dalam hatiku, dan menjadikanku sebagai
tawanannya.
Hanya engkau seorang
dan satu-satunya Dewi cinta yang memahami - rahasia malam dan siang
jiwaku...
Aku tak tahu apa
yang harus kulakukan hari ini , tanpa kehadiranmu disisiku...
Engkaulah Mahadewi
tercantik dan termegah yang pernah kutaklukkan,
Kau tak seperti
"Dewi-dewi" yang lain , yang singgah diistana jiwa ku ,
hanya untuk menikmati pijar mataku beberapa menit sebelum meraka
pergi.
Ketika istanaku
tertutup ilalang yang lebat dan nyaris tertelan bumi ,aku terpaksa
menyanyikan senandung dan elegi cinta dengan keras membahana-
berharap kelak ada sebuah pancaran matahati yang mengetahui
keberadaanku disini, kemudian mengangkat jiwaku dari kegelapanku
yang tak bertepi dan berdasar.....
Dan ternyata
engkaulah - seseorang yang mengetahuinya.
Kau yang mengjhias
istanaku dengan warna indahmu , kau yang bersihkan istanaku dengan
hujan berkah yang turun dari kesucian langit....
Engkaulah yang
mengelap kaca pekatku, hingga jendela kastilku kembali bening,
Kau singkapkan
ilalang dari istanaku dengan kelembutan jemari-jemari cintamu yang
berapi, lalu kau hidupkan beragam bunga diladang-ladangnya....
Bahkan kau telah
bukakan pintu yang dulu kututup rapat, untuk melewatinya
dan......tiba-tiba kita sudah bergenggaman tangan .....
"Duhai cinta,
aku menginginkan dirimu sebagai matahari yang menyapa hangat
relung jiwaku.....Engkaulah mata air kerinduanku , yang dengan
kesegerannya telah cukup menghilangkan dahaga jiwaku"
" Aku berjanji
akan meletakkan jiwamu diantara keterjagaanku yang satu dengan
keterjagaan yang lain,
Digelap dan
diterangku - jiwamu akan kusandingkan,
Dari setiap mata
hati yang melihat dan menyapa dirimu -parasmu kuhias dan kuletakkan
sebagai cerminan mata hati , karena kita telah sama-sama
belajar menjadikan hati sebagai cermin,
Setiap pagi aku
membukanya ...berharap kicauan pipit mengabarkan hikmah perjalanan
kisah-kasih abadi kita - kepada setiap jiwa yang melintas "
Perlahan api dalam
kastil semakin berkobar....terlihat kedua mata kaki sang
pujangga telah terluka terbakar bara api...dengan lirih
serta menahan sakit yang teramat, ia kembali menuliskan kisah
kasihnya.....
' Airmataku mengalir
jernih dari kelopak jiwa , seakan menyambut cengkeraman kuku-kuku
maut, hanya sempat kurasakan dari ketidak-sadaranku kedua tanganku
membentang seolah ingin menggapai langit...."
Sorot mataku tajam ,
sekan menembus atap kastil...
" Duhai
matahari bakarlah gelora cinta dalam diriku....bakarlah hingga
mengabu serta tertiup angin nan kelam !......"
" Angkatlah aku
wahai kematian dari siksa ketersendirianku yang amat
mencekam ! ..."
" Wahai maut ,
bidadari cantik pendamping hari akhirku ! ...Kudapati setiap merpati
datang -kembali pergi, dan aku sendiri lagi....Dimanakah kekasihku ,
wahai maut yang lembut !...yang akan menerangi dan menjadikan pelita
bagi tiap jejak langkahku?!...."
"Luka ini telah
mengoyak bathinku, darah mengalir deras dari ruang biliknya....kini
rasa cinta yang membawa ruhku terbang mengembara lepas , tak
lagi berdiam di dalam kastil jiwaku ..."
" Kini aku
bagaikan ulat-ulat yang hidup dari seonggok mayat , aku tak dapat
lagi mencium keharuman bunga serta keindahannya !"......
"Jasadku
terbujur layu dan terbakar....jiwaku memelas meninggalkan raga
penyair muda itu...."
" Dengan
hening , jemari maut mengangkat perlahan-lahan ruhku hingga terlepas
dari raga , ruhku pun melayang-layang meninggalkan jasad yang ada
didepannya , ingin kusentuh wajahnya untuk terakhir kali, namun apa
dayaku -ku tak dapat merasakan kelembutan bibirnya , yang kini
tersisa hanyalah asap duka dan bara api kesia-siaan....."
Tiba-tiba saja hujan
datang dengan goresan kilat yang bergemuruh...kini semua telah
sia-sia....hujan tak mampu lagi memadamkan api....praaahara dan
badai telah meruntuhkan mahkota duri dan istana jiwa nya- yang
kini menyatu dalam pelukan bumi
Tinggalah
rintik-rintik hujan , diam menyenandungkan airmata kesedihan....
Malam berganti
siang...siang berganti malam....abu jenazahnya perlahan-lahan hilang
tersapu angin....
Angin bergolak
mengabarkan cerita duka, tentang kematian seorang pujangga cinta ,
hembusannya mengalir kencang hingga pelosok negeri....
Tersadarlah para
pengagung cinta dari keterjagaan mereka , kini telah kehilangan
untuk selamanya sebuah "Lentera" yang mengajarkan mereka
perihal hakikat cinta sejati...
Dibangunnya tugu
peringatan diatas reruntuhan kastil tempat pembaringan abadi sang
penyair....
Beragam muda-mudi
setiap tahun merayakan indahnya cinta dan kasih sayang, diatas
reruntuhan kastil itu .....berharap cintanya selamanya abadi
....
" Oh, betapa
ironi dan malangnya nasib cinta sejati itu......diatas puing-puing
kehancurannya sendiri , beragam wujud cinta sedang
bersemi....dan guratan-guratan waktu telah membuktikan :
Kematian cinta sejati adalah awal keabadiannya !"
- the
end -
Hartono
Beny Hidayat
Home
|